Rabu, 29 April 2009

Koalisi hilangkan harga diri partai

Partai-partai menjelang PilPres yang akan diadakan pada 9 juli mendatang ini,disibukkan dengan koalisi penentuan wakil presiden . Kesan yang ditimbulkan seolah-olah tidak ada lagi harga diri dari tiap partai demi kekuasaan semata.

Pada tanggal 9 Juli 2009 nanti adalah penentuan siapa yang akan berlaga menjadi Presiden dan Wakil Presiden RI. Sekedar mengingatkan,Kita lihat lagi pemilu yang diadakan 9 April lalu. Demokrat berhasil mengambil hati rakyat dengan banyak mendapatkan kursi di DPR, Disusul dengan PDI-P dan Golkar. Tetapi lagi-lagi wajah-wajah lama yang menghiasi rona pemerintahan kita. Hilangnya harga diri demi 5 tahun kekuasaan pun bukanlah lagi menjadi kendala. Kita sempat mendengar rencana akan diadakannya lagi duet SBY-JK. Tetapi SBY segera canangkan syarat-syarat menjadi Wakil presiden yang dimana didalam syarat tersebut jauh dari JK. Disusul lagi dengan tampilnya Megawati-Prabowo subianto-Wiranto yang diduga akan mengadakan koalisi,tapi PDI-P sendiri masih bingung menetapkan pilihan. Lalu pertemuan Taufik kieamas dengan JK,isu yang beredar akan terjadi koalisi besar antara PDI-P dengan Golkar. Dan yang terjadi baru-baru ini, akan adanya koalisi Golkar dengan Hanura pun merebak luas.

Dari sinilah kita bisa melihat bahwa tidak ada lagi harga diri dari tiap partai untuk mencari dukungan suara, Segala cara dihalalkan. Lari kesana kemari untuk berkoalisi. Sebenarnya guna Koalisi itu sendiri apa? Pernahkah Partai politik itu sendiri berpikir untuk menanyakan hal koalisi ini kepada masyarakat,atau paling tidak sekedar menanyakan pendapat mereka. kawanan elit politik itu seolah-olah meributkannya sendiri. Mereka tidak sadar bahwa pemilih yakni masyarakat itulah yang paling banyak punya andil dalam menentukan nasib bangsa.

Tugas tajuk rencana
Adevia oki damara (153070167)

Jojon, si tukang parkir yang premanistis

Berwajah preman yang dimiliki Jojon tidak menghambat profesinya sebagai tukang parkir. Malah hal ini membuat mantan atlit angkat besi ini untuk menjadi lebih baik. Terbukti dengan banyaknya tawaran pekerjaan yang datang mulai dari menjadi sekurity pom bensin sampai menjadi Bodyguard caleg.

Mungkin kesan pertama yang didapat jika berhadapan dengan lelaki paruh baya yang akrab disapa mas Jojon ini akan menimbulkan kesan jahat. Dengan badannya yang besar tinggi dan berotot, wajarlah jika kesan preman selalu melekat pada dirinya. Tapi sebaliknya kesan itu tidak seperti yang sebenarnya. Malah kesan ramah dan sopan muncul ketika berbicara langsung dengannya. "Saya sangat senang menjalani hidup seperti sekarang mbak", ujarnya ikhlas. Bapak dari satu orang anak ini pun mempunyai sampingan lain di rumah selain menjadi tukang parkir dan sekurity pom bensin yakni beternak babi. "Kalau cuma ngandelin hasil parkir tidak cukup" ,canda mas Jojon. Dari pkl 09.00 - pkl 05.00 dini hari adalah rutinitasnya sehari-hari, Alhasil bercanda bersama keluarga pun harus dia korbankan demi menafkahi keluarganya.

Selama 10 tahun lamanya mas Jojon menjadi tukang parkir. Banyak sekali kendala yang sudah ia lewati bersama 4 temannya. Mulai dari motor hilang,diperas preman sekitar sampai digelandang polisi ke kantor polisi karena disangka preman pun pernah ia alami. Tapi mas Jojon menerima itu dengan lapang dada. "Kalau kita baik sama orang,pastinya orang juga baik sama kita.jadi nda usah takut,kalau kita benar" ,ujar mas Jojon.

Pria yang hanya bersekolah sampai tingkat SMA ini pun mempunyai perhatian kepada para mahasiswa di Jogja. "Saya kasihan mbak dengan mahasiswa sekarang,sudah dikasih kesempatan tapi tidak dijalankan,yang paling kasihan itu orang tuanya dirumah" ,ucapnya antusias. Seharusnya antusias yang dimiliki mas Jojon dalam menjalani hidup ini dimiliki oleh kita yang mengenyam dunia pendidikan,bukan malah sebaliknya. Hal serupa pun sempat diungkapkan teman mas Jojon sesama tukang parkir yaitu mas Yudi. "Jojon itu orangnya baik,sama teman-teman juga tidak pernah punya masalah" ,ujar mas Yudi. Hal ini mudah-mudahan dapat memberikan inspirasi baru bagi kita semua,bahwa penampilan saja bukan berarti tolak ukur kita dalam melihat diri seseorang tapi hati nuranilah yang berperan.

Tugas feature
(Adevia oki damara-153070167)



Sang Pembuat Tattoo

Tatto identik dengan orang yang jahat. Biasa nya orang yang bertattoo itu orang jahat karena kebanyakan orang jahat itu memiliki tatto yang banyak. Itu pandangan orang tua dulu. Tapi sakarang tattoo sudah di anggap sebagai seni menghias tubuh manusia.

Iwan sudah 8 tahun berada di kawasan malioboro untuk menjadi pembuat tattoo. Pria 31 tahun ini berasal dari Sumatra barat iwan hijrah ke jogja dengan maksud mencari kerja. Dengan modal besik seni yang iwan memiliki naluri jiwa seni muncul sesampek nya dia ke jogja ini. 2 tahun pertama di jogja iwan bekerja untuk orang tahun berikut nya iwan membuka lapak dagangan nya sendiri. Dengan modal 2 tahun kerja sama orang dan modal seni di jiwa nya iwan membuka sendiri lapak pembuat tattoo sendiri. Dengan modal seadanya iwan memberanikan diri membuka lapaknya itu.

Pria satu anak ini memenuhi kehidupan keluarga nya dengan pembuat tattoo di kawasan malioboro ini. ” saya mendapat kan jodoh juga dari malioboro ini.” Tutur pria yang mempunya istri asli orang jogja ini. Iwan membuka lapak nya dari jam 8 pagi sampai jam 8 malam. Alasan iwan membuka lapak tattoo adalah jiwa seni yang mengalir di diri nya tersebut. Sebab sejak kecil jiwa seni iwan sudah kelihatan dengan suka menggambar. Pendapatan iwan setiap hari minimal mendapatkan uang 30 ribu rupiah itu bila sepi yang membuat tattoo bila banyak orang yang di tattoo iwan bisa mendapat kan 200 ribu rupiah. Kendala keamanan para pedagang di kawasan malioboro adalah sering di peringat kan oleh satpol PP karena tenda-tanda para pedagang menutupi toko-toko di depan mereka jualan.


Dullah, Sang Penyelamat Lingkungan

Ratih Anggunnia Anjaya
153070085

Dullah, Sang Penyelamat Lingkungan

“Saya ini bekerja, saya bikin gembira saja. Kadang nyanyi-nyanyi untuk menghibur diri sendiri”. Demikian kata Bapak Dullah, seorang tukang sapu yang selalu terlihat ceria. Meskipun terik matahari menyengat kulit, ia tetap bersemangat menyapu jalanan malioboro.

Dua puluh tahun sudah, lamanya Bapak Dullah bekerja sebagai tukang sapu disepanjang jalan malioboro. Dengan sebuah sapu lidinya ia berjuang mencari nafkah. Menjadi tukang sapu adalah pilihannya, karena tidak ada pilihan lain selain mengandalkan tenaga. Ia hanya lulusan SR (sekolah rakyat) sampai kelas 3. “Kalau dulu belum ada SD, tapi SR. itupun hanya sampai kelas 3 karena orang tua hanya buruh tani, jadi tidak bisa membiayai sekolah, hanya cukup untuk makan sehari-hari saja. Tapi ya, saya bersyukur bisa membaca dan menulis sedikit-sedikit”. Katanya sambil tersenyum.
Pria berusia 74 tahun ini tinggal disebuah kontrakan yang berdekatan dengan sebuah universitas swasta di daerah Badran. Ia hanya tinggal berdua dengan sang istri karena tidak mempunyai seorang anak. Ketika matahari terbit, ia berjalan dari rumah ke malioboro. Penghasilannya sehari mencapai RP 22.500,00 dan hanya cukup untuk makan sehari-hari, sisanya ditabung untuk membayar kontrakan.

Selasa, 28 April 2009

Erwin, Mengekspresikan Seni dengan Tato

Tato adalah bagian dari hidup Erwin. Melalui tato, ia bisa menuangkan segala macam ekspresi yang ia miliki. Mulai dari mahasiswa, wisatawan mancanegara, hingga artis pernah menggunakan jasa tatonya.

Kecintaannya pada dunia seni telah menghantarkan Erwin, 28 tahun, menikmati profesi yang tengah ia geluti sekarang ini, yaitu sebagai tukang tato. Kehalian pria berlesung pipi ini dalam membuat goresan tinta dalam bentuk tato membuat karya-karyaanya dinikmati banyak kalangan. Keuntungan yang ia peroleh dari pekerjaannya ini mencapai Rp 1 juta – Rp 5 juta per bulan.
Pekerjaanya sebagai tukang tato ini dimulai 8 tahun yang lalu, ketika Erwin memutuskan untuk merantau ke Yogyakarta. Hanya berbekal tekad kuat untuk memperoleh pekerjaan yang layak, pria kelahiran Jawa Barat ini mencoba peruntungan nasib di kota gudeg ini. Ia sempat menemui bermacam kendala dalam melakukan profesinya ini. Mulai dari kurangnya ruang public bagi para tukang tato, hingga opini miring dari masyarakat tentang pekerjaannya ini. Namun ia pantang menyerah. Dengan tekad yang kuat, akhirnya Erwin bisa menjadi seperti sekarang ini.
Meskipun sekarang Erwin telah menjadi pembuat tato yang handal, namun ia mengaku tidak pernah belajar khusus mengenai tato. “Wah, itu otodidak. Saya tidak pernah ikut kursus atau apalah. Yaaa paling belajar dari teman, saling sharing dan tukar pengalaman gitu lah, “ ujar pria yang juga bekerja sebagai pegawai kontrak salah satu perusahaan sepeda motor.
Untuk memasarkan tatonya, Erwin tidak hanya menggelar jasa tato di Malioboro. Dia juga sering diundang oleh sebuah event yang membutuhkan jasa tato untuk memeriahkan acara tersebut. “Kalau ada konser music atau pameran, saya sering membuka stan khusus tato. Selain itu, saya juga kerap dipanggil ke café-café, baik dari dalam maupun luar kota, “ ucapnya sambil memamerkan koleksi tato ditubuhnya.
Alasan Erwin tetap menggeluti profesinya hingga sekarang adalah karena kecintaannya pada tato yang sangat besar. Hal lain yang membuat ia tetap bertahan adalah karena pasar yang jelas dan tersegmentasi. Sejak awal Erwin yakin bahwa tato akan selalu bisa dinikmati tanpa terpengaruh oleh trend. Karena alasan-alasan itulah Erwin mengaku tidak mau beralih profesi, meskipun pekerjaan barunya menghasilkan pendapatan yang lebih besar.(Isnan Fauzy-153070114)

Prayetno Si Kusir Pariwisata

Lamunan Prayetno terlihat kosong di tengah – tengah keramaian Malioboro. Sudah hamper 15 tahun mengais rezeki demi sesuap nasi untuk kelangsungan hidup keluarganya. Kini Prayetno boleh berbangga hati. Sebagai seorang Pelestari budaya Yogyakarta, hidupnya lebih bahagia.

Keringat diwajah pucat Prayetno bercucur hangat selesai menarik andong cantiknya keliling seputar Malioboro. Senyum tipisnya mengembang kala penumpang memberi tiga lembar uang sepuluh ribuan. Bapak dua orang anak ini mulai merapatkan andongnya menunggu penumpang berikutnya. Teriknya siang Malioboro tidak menyurutkan niat Prayetno untuk mencari nafkah. Dia terus berharap kepada setiap orang yang lalu lalang di sepanjang Malioboro untuk memakai jasanya. Di tengah lamunannya kadang teringat cerita masa lalu Prayetno saat ia tidak memiliki pekerjaan. Hidupnya begitu sulit. Hatinya terkadang teriris perih ketika Eka, sang anak bungsu meminta uang jajan kepadanya. Padahal untuk makan sehari – hari keluarganya pun bisa dibilang tidak berkecukupan.
Lambat laun bapak berbadan tegap ini mulai tergerak hatinya untuk mencari pekerjaan apapun demi menyambung hidupnya beserta keluarganya. Mulai dari pekerja serabutan di pasar, hingga kuli bangunan pun ia lakoni demi mengebulnya dapur di rumah. Hanya berbekal tenaga, karena dirinya hanya lulusan sekolah dasar, setiap pekerjaan yang menghasilkan, ia kerjakan. Mencoba menjadi seorang pengayuh becak selama 6 tahun ia lakoni juga. Namun selama itu, hidupnya pun masih dirasa kurang. Penghasilan yang tidak menentu dan harga sewa becak yang cukup mahal baginya dirasa tidak dapat menutupi kebutuhan sehari hari. Namun apa daya, hanya pekerjaan ini yang ia bisa lakoni untuk kebutuhan keluarganya.
Hingga pada suatu hari, Prayetno bertemu dengan kawan lamanya yang sudah sukses di bidang transportasi andong. Ia pun ditawari untuk bekerja padanya. Kini beralihlah Prayetno mencoba mengubah hidupnya menjadi seorang kusir kuda. Awalnya prayetno dibekali satu ekor kuda, dan satu andong. Dirawatnya kuda tersebut dengan baik. Andongpun dipercantik olehnya. Pada saat itu dia belum ditawari masuk kedalam perkumpulan para kusir andong se Yogyakarta. Namun berkat keramahan dan sesupelan Prayetno dalam berkawan ia pun ditawari masuk kedalam perkumpulan tersebut. Perkumpulan Alun – alun A, begitu mereka menamakannya. Beranggotakan sekitar 50 kusir andong sepanjang Malioboro. Arisan, serta kumpul – kumpul rutin mereka adakan demi terjaganya kekompakan perkumpulan Alun – alun A. Koperasi simpan pinjam membuat hidup Prayetno menjadi lebih baik. Suatu ketika pemerintah daerah Yogyakarta memberikan pelatihan bahasa asing untuk para kusir andong. Prayetno pun memanfaatkannya dengan baik. Pendidikan yang rendah tidak membuat Prayetno minder untuk belajar banyak demi kelancaran pekerjaannya. Mulanya ia hanya mengambil penumpang domestic saja. Kini penumpang wisatawan mancanegara pun ia berani mengambilnya. Pelatihan yang diberikan dirasa sangat bermanfaat baginya. Pendapatan yang ia dapat bisa sedikit lebih dari penumpan wisatawan mancanegara.
Untuk sekali keliling Malioboro pada hari bisa, Pryetno mematok harga 30ribu rupiah. Sedangkan untuk hari libur atau hari besar bisa mencapai 50ribu rupiah bahkan lebih. Setiap harinya bapak berkulit gelap ini berangkat dari rumahnya yang berada di jalan Imogiri km.45 lingkar selatan Ringroad, pada pukul 08.00 WIB. Dan pulang pukul 16.00 WIB. Rute yang biasa digunakan Prayetno untuk mengantar keliling penumpangnya adalah sekitar Malioboro, melewati keraton, ngasem, PKU, pasar kembang, kemudian kembali lagi ke Malioboro. Untuk mengantar penumpang keliling Malioboro Prayetno juga sering memberitahu tempat – tempat bersejarah di Yogyakarta kepada penumpangnya. Waktu yang ditempuh selama berkeliling kurang lebih satu jam.
Penghasilan yang didapat Prayetno jauh lebih lumayan ketimbang nasib pekerjaannya yang dahulu. Kini berkat ketelatenannya, Prayetno sudah memiliki dua ekor kuda dewasa, satu ekor anak kuda, dan dua andong. Untuk perawatan kudanya setiap harinya Prayetno mengeluarkan uang sekitar Rp.20.000 per kudanya. Mulai dari makan, mandi, kesehatan dan kebersihan kuda ia yang menanggung sendiri. Untuk mempercantik andongnya, Prayetno tidak tanggung – tanggung dalam membelikan aksesoris. Lampu, kaca spion, cat, hingga karpet andong pun ia perhatikan untuk mempercantik tampilan andongnya. Baginya andong yang cantik akan lebih mudah menarik penumpang daripada andong yang biasa saja.
Menurunnya tingkat pariwisata mancanegara akibat bom Bali beberapa tahun silam sempat mengancam penghasilan para kusir andong. Kebergantungan mereka terhadap wisatawan asing kini mulai surut. Sepinya langganan membuat Prayetno putus asa. Namun beruntungnya para kusir andong se Yogyakarta. Sponsor yang diberikan oleh beberapa perusahaan membuat pencerahan bagi pekerjaan mereka. Mereka di berikan pelatihan kursus bahasa asing untuk meningkatkan kualitas mereka. Dan merekapun diberikan uang pesangon sebesar Rp.600.000 setiap tahun untuk merawat kuda beserta andong mereka. Prayetno salah satu kusir kuda yang mendapat sponsor dalam pekerjaannya. Pegadaian memberikan bantuan uang dan membantu mempercantik kuda andong Prayetno.
Tampilannya yang menarik kini membuat Prayetno semangat dalam melakukan pekerjaannya. Penghasilannya pun bertambah. Pemerintah memberikan pelatihan dan wawasan wisata Yogyakarta untuk para kusir kuda. Tujuan utamanya untuk melestarikan kebudayaan Yogyakarta. Kini Prayetno boleh berbangga hati. Sebagai seorang Pelestari budaya Yogyakarta, hidupnya lebih bahagia.(lisa novita-153070110)

Kulit Kriputnya, Semangat Tak Berarti Susut

Memasuki emperan Malioboro, orang sejenak memperhatikan nenek dengan kulit kriputnya, membawa gendongan berkeliling menjajakan dagangannya. Selama 25 tahun Hardi mencari sesuap nasi penuh dengan semangat.

Perjalanan hidup Hardi 60 tahun dalam memperjuangkan hidupnya, penuh dengan perjuangan yang sangat keras. Dengan usianya kini ia harus berjuang untuk menafkai keluarga. Masa tua hanya dihabiskan untuk mencari uang dengan menjajakan dagangan keliling di emperan Malioboro.
Setiap hari nenek yang senang mengenakan jarit batiknya itu pun, bersemangat berjalan berkeliling, mulai dari pukul 08.00 WIB bergegas menuju pasar putu untuk kulakan jajanan dan buah yang akan dijual kembali di Malioboro,. Dengan menawarkan dagangannya dari satu orang ke orang lainnya. Setelah pukul 15.00 WIB, nenek dengan satu anak ini pun bergegas pulang mengendarai bus. Dengan membawa untung yang lumayan besar bagi dia. Keuntungan yang ia dapat setiap harinya kurang lebih Rp 50.000,- .Namun tiap harinya tidak menentu, “sebab di Malioboro banyak sekali penjual – penjual seperti saya ini nduk, sehingga banyak persaingan”kata hardi saat itu dengan wajah yang lesu dan letih.
Selama 25 tahun perjualan pasar jajan dan buah seperti pisang, jeruk, apel, moho, Onde – onde dan lain – lain, kata hardi, mempunyai langganan tetap. Namanya Siti salah penjual baju batik di Malioboro. Dengan berjualan nenek yang dikenal ramh itu mempunyai kesan – kesan yan banyak sela berjualan, Bahwa ia mendapat kenalan banyak serta langganan yang membeli dgangannya pun sekrang seperti saudara sendiri.
Kulit kriput dan tubuh mungilnya, menyimpan berbagai beban. “ingin sekali masa tua dirumah saja”kata ia dengan menghela nafas panjang. Tetapi mau bagaimana lagi suaminya sudah meninggalkan ia sejak 10 tahun yang lalu. Sejak itu pun harus menanggung beban hidup dan satu anak yang bernama Nana 30 tahun, yang sampai saat ini belum berkeluarga. Nana anak satu - satunya dari hardi itupun juga membantu mengurangi beban mereka dengan berjualan kerupuk bawang di rumah.
Dilubuk hatinya yang paling dalam ‘ingin sebelum meninggal melihat anaknya menikah’,namun sampai saat ini pun belum ada jodohnya.Ucapnya dengan mata berkaca – kaca. Namun dengan ketegarannya saat ini pun ia harus bisa melawan semua permasalahan hidupnya.Usia yang sudah dibilang renta,ia pun selalu berdoa agar diberi kesehatan dan semngat. Seabab diusianya kini, harus selalu berjualan agar bisa tetap menghasikkan uang untuk bekal nanti kalau ia tidak mampu berjualan. Biarpun tak muda lagi semangat tidak boleh susut.(kukuh tri priyani-153070107)

Selasa, 07 April 2009

Rakyat Masih Bingung Mencontreng

Yogyakarta {18/3) banyak rakyat yang berpendidikan rendah bingung dalam cara menyontreng..rakyat hanya mengerti nyoblos dan jumlah partai yang banyak.menurut Pardjo, seorang pemilik sebuah burjo di daerah Tambak Bayan. “saya pasti nyoblos tapi tidak tau cara menyontereng, jangankan cara nyontreng jumlah partainya saja saya tidak tahu”. Pemerintah seharusnya mensosialisasikan cara memilih kepada rakyat dan harusnya juga di dukung oleh pihak kelurahan,RT untuk memberikan informasi,sehingga rakyat yang kurang mengenyam pendidikan tersebut dapat jelas cara memilih yang benar dalam pemilu nanti.
SOFT NEWS (Lisa Novita-153070110)

Mahasiswa Semangat Mencontreng

Yogyakarta, (18/3) “sebagai warga negara yang baik saya menyontreng donk”ucap kukuh salah satu mahasiswa komunikasi UPN “veteran”. Menurut kukuh pemilu pada saat ini banyak dari segi positif dan negatifnya, dari segi positif kita dapat memilih caleg DPR dan DPRD secara langsung dengan capres dan cawapres nya. Sisi negatif nya banyak iklan-iklan partai di jalan raya yang menempatkan dengan secara sembarangan, sehingga membuat kotor dan keindahan kota sedikit terganggu. Pemda kota Jogja kurang menanggapi masalah ini, sehingga kota yang terkenal akan budaya nya pun tercoreng. Antusias mahasiswa mencontreng terlihat dari partisipasi mereka mengikuti kampanye yang ada. Hal ini membuktikan bahwa mahasiswa saat ini cukup peduli dengan adanya pemilu.
HARD NEWS(Lisa Novita-153070110)

Senin, 06 April 2009

Makanan “ndeso” yang berkualitas bonafid

Jika selama ini ketela atau singkong hanya dianggap sebagai makanan murahan yang minim rasa, maka dengan kreativitas yang tinggi “ndeso” ini pun bisa diolah menjadi cemilan bonafid dan berkelas oleh empat sekawan yaitu Fath Aulia Muhammad, Eko Yulianto, Ashari Tamimi, dan Febri Triyanto. Berawal dari kontrakan mereka di daerah Tambak Bayan Babarsari dan Universitas yang sama yaitu Universitas Pembangunan Nasional Yogyakarta ide itupun terbentuk.
Pada tahun 2004 keempat sahabat ini mencoba peruntungan dibidang bisnis makanan kecil. Mereka mencoba menjual ketela goring keju yang pada saat itu sedang di sukai oleh mahasiswa Yogyakarta di sekitar Tambak Bayan. Mereka memanfaatkan kontrakan mereka sebagai tempat usaha. Jika sebelumnya telah banyak pemilik usaha ketela sejenis, mereka berinovasi melakukan modifikasi makanan berbahan singkong. “ Kalau dulu semula ukuran ketela berukuran besar, kami mengubah ukurannya menjadi lebih cantik dan menarik menjadi potongan kecil berbentuk stick seperti kentang goreng KFC,” kata Febri mewakili ketiga temannya.
Kini mereka telah berhasil membuat makanan ndeso yang berkualitas bonafid dan terbukti disukai oleh sebagian anak muda di wilayah Yogyakarta. Akhirnya pada tanggal 24 September 2005 dengan investasi awal hanya sebesar 2juta rupiah, mereka membuka usaha tela- tela. Usaha mereka ini semakin sukses hingga mereka kini dapat membuka cabang tela- tela di berbagai daerah di Indonesia.(Lisa Novita-153070014)